Saya bersyukur bisa kasih asi ke Radot sampai 26 bulan. Dan sampai saat ini saya ga ngasih susu formula ke Radot.
Sejak sebelum hamil saya sudah mencari pengetahuan mengenai asi dan sufor. Bahwa Asi adalah hak anak, apa kelebihannya, bagaimana caranya agar berhasil memberi Asi, dan sebagainya. Saya juga masuk beberapa grup di media sosial yang pro Asi.
Saya bersyukur tidak ada halangan berarti dalam perjalanan saya ngAsi ke Radot. Saya punya suami, mertua dan ibu yang mendukung dan membebaskan saya menjalankan keyakinan saya dalam mengasuh dan merawat Radot. Suasana dan keadaan kantor saya pun mendukung untuk saya memompa asi.
Tapi tak semua ibu-ibu seberuntung saya. Ada banyak bayi-bayi yang harus kehilangan hak mereka untuk mendapatkan air susu dari ibunya.
Saya punya teman yang tak bisa memberi asi ke bayinya karena sejak melahirkan si ibu ini harus mengkonsumsi obat-obatan berdosis tinggi yang berbahaya bagi bayinya.
Saya punya teman yang sudah berusaha memberi asi dengan usaha keras. Tapi si bayi tak mau menyusu langsung. Sudah bolak-balik ke klinik laktasi ternama, konsultasi ke konselor senior, tapi entah kenapa si anak tetap tak mau menyusu langsung.
Saya punya teman berniat memberi asi, tapi karena beberapa hari setelah lahiran si asi tak kunjung keluar, si ibu menyerah.
Saya punya teman yang sebulan setelah melahirkan, disuruh untuk menyapih anaknya. Alasannya biar si anak bisa ditinggal dengan pengasuhnya, tanpa si ibu jadi terbeban untuk pulang cepat.
Di sekitar saya ada banyak sekali ibu-ibu muda yang sepertinya gagal ngAsi karena ‘tidak tahu’, karena tidak peduli juga untuk mencari tahu. Memang anggapan berpuluh-puluh tahun di negara kita ini bahwa anak pintar karena susunya merk ini, atau merk itu. Bahwa ngasih susu mahal ke anak itu merupakan gengsi. Saya pernah baca ada yang komen,”Anaknya kok disusuin, kayak orang susah aja.” Belum tahu dia harga breastpump 🙂
Dan sepertinya yang paling ampuh bikin ibu-ibu muda menyerah ngAsi adalah kata-kata nylekit orang-orang sekitar. “Tetekmu kecil kayak gitu, mana ada isinya.”, “Kok ga keluar asinya?”, ” Anakmu kurus, asimu ga bagus.”, “Apa itu asi di-es-es-in kayak gitu. Pake susu formula aja.”, ” Kok dikit banget hasil pompanya?”, dan kalau kita beragumen tentang asi vs sufor keluarlah jurus,”Mama udah membesarkan 4 anak..”, “Tantemu ini jadi ibu udah puluhan tahun. Anak-anaknya sehat-sehat kan?”, “Jadi maksudmu ilmu opung cetek?”. Kalau udah bawa-bawa pengalaman, sofia bisa apa.
Buat ibu-ibu muda, calon ibu, atau ibu-ibu yang berniat nambah momongan, please, bisa baca post ini artinya kalian punya akses ke internet. Cari tahu, cari ilmu, jangan buka-buka medsos bisa tiap 10 menit. Ada apa dengan asi ? Kenapa harus asi ? Bagaimana biar sukses ngAsi?
Bagaimana dengan tantangan? Carilah support grup yang bisa saling menguatkan. Teman satu grup saya benar-benar termotivasi memberi asi ke anak keduanya setelah gagal pada anak pertama. Tidak semua ibu bisa menyusui dengan tinggal angkat beha. Puting luka, berdarah, bernanah, tongue tie, lip tie, kondisi kantor tak memungkinkan untuk sering memerah, tak adanya dukungan dari keluarga dekat, dan sebagainya. Menyusui tidak mudah, tidak murah, dan ada ilmunya.
Ibu yang memberi full asi tidak disebut pemberi asi atau penyedia asi, kami disebut PEJUANG ASI.